Rabu, 15 Desember 2010

Atu Belah, Atu bertangkup

Di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, terdapat sebuah obyek wisata Atu Belah. Namun keberadaan obyek wisata Atu Belah kini menyedihkan. Selain tidak terawat, tidak ada lagi wisatawan yang menyambanginya. Padahal, ada sebuah cerita rakyat Aceh yang melegenda mengenai keberadaan Atu Belah.
Alkisah, di Desa Penerun, dataran tinggi Gayo, hidup sebuah keluargapetani yang miskin. Mereka mempunyai dua anak kecil berusia tujuh tahun dan adiknya yang masih batita. Saat bertani, si ayah juga mengumpulkan belalang untuk santapan keluarganya. Belalang-belalang tersebut disimpan di dalam lumbung. Di waktu luangnya, si petani berburu rusa di hutan.
Pada suatu hari, si ayah berangkat berburu rusa. Dia berpesan kepada istrinya untuk tidak membuka lumbung. Namun, di rumah, anak yang tertua mengeluh kelaparan sementara ayahnya belum pulang membawa hasil buruan. Karena kebingungan, si bu menyuruh anaknya membuka lumbung dan mengambil sedikit belalang di sana. Si ibu lupa akan pesan suaminya.
Anak tertua petani itu kemudian membuka lumbung. Malangnya, ia kurang berhati-hati. Belalang-belalang ramai beterbangan ke luar lumbung hingga habis tak bersisa sedikit pun.
Sore harinya si ayah pulang ke rumah dengan wajah kesal. Dia tidak berhasil membawa hasil buruan. Saat mengetahui lumbungnya kosong, marahlah dia. Belalang-belalang yang dikumpulkannya dengan susah payah hingga terkumpul banyak lenyap sama sekali.
Dalam keadaan kalap, si ayah melakukan perbuatan keji pada istrinya hingga terluka. Wanita malang tersebut berlari ke hutan dalam keadaan berlumuran darah. Kesakitan dan putus asa, dia meminta pada sebongkah batu untuk menelannya.
Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu” lirih si ibu melantunkan syair. Artinya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut,  “Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa yang lalu.”
Syair itu dilantunkan berulang-ulang hingga tiba-tiba cuaca berubah drastis. Hari yang cerah mendadak gelap. Angin berhembus kencang dan petir menyambar-nyambar di langit. Ajaib, batu besar itu membelah. Dengan langkah mantap, si ibu berjalan menuju belahan batu. Setelah si ibu masuk, batu kembali menyatu.
Suami dan kedua anaknya mencari sang ibu. Tapi tentu saja, mereka tidak menemukannya. Hanya beberapa helai rambut yang tertinggal di sekitar batu itu, yang menunjukkan keberadaan si ibu sebelumnya.
Batu itu kemudian dinamakan Atu Belah. Cerita tentang Atu Belah diceritakan turun menurun oleh masyarakat Aceh. Namun sayang, generasi masa kini sudah jarang yang mengetahui cerita rakyat Aceh yang satu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar